Cerita Sex Bersambung – “Teh Ine.., teeeh…, gantian dongg.., please.., saya udah ngga kuaat…,
aahh.., sss..”, erangku seakan memohon. Namun permintaanku tak
digubrisnya. Kedua tangan dan mulutnya semakin cepat saja mengocok
penisku. Terasa seluruh syaraf-syarafku semakin menegang dan menegang,
degup jantungku berdetak semakin kencang.. napaskupun makin memburu.
“Oohh…, Teh Ine.., Teh Ineee…, aahh….”, Aku berteriak sambil mengangkat
pinggulku tinggi-tinggi dan, “Crat.., craat.., craat”, aku memuncratkan
spermaku di dalam mulut teh Ine. Dengan sigap pula teh Ine menelan dan
menjilati spermaku seperti seorang yang menjilati es krim dengan
nikmatnya. Setiap jilatan teh Ine terasa seperti setruman-setruman kecil di
penisku. Aku benar-benar menikmati permainan ini.., luar biasa teh Ine,
“Enak Fi..? Hmm?”, teh Ine mengangkat kepalanya dari selangkanganku dan
menatapku dengan senyum manisnya, tampak di seputar mulutnya banyak
menempel bekas-bekas spermaku. “Fuhh nikmatnya sperma kamu Fi..”
Bisiknya mesra seraya menjilat sisa-sisa spermaku di bibirnya. “Obat awet
muda ya teh..”, kataku bercanda. “Yaa gitulah…, Antonsan sekedap nya? Biar
teteh ambilkan minum buat kamu”. Oh my God.., benar-benar seorang
wanita yang penuh pengabdian, dia belum mengalami orgasme apa-apa tapi
perhatiannya pada pasangan lelakinya luar biasa besar, sungguh pasangan
seks yang ideal! Kenyataan itu saja membuat rasa simpati dan birahiku pada
teh Ine kembali bergejolak.
Teh Ine kembali dari luar membawa segelas air. “Minum deh.., biar kamu
segeran..”. “Nuhun teh.., tapi janji ya abis ini giliran saya muasin teteh..”. Aku
meneguk habis air dingin buatan teh Ine dan saat itu pula aku merasakan
kejantananku kembali. Birahiku kembali bergejolak melihat tubuh montok
teh Ine yang ada di hadapanku. Aku meraih tangan teh Ine dan dengan sekali
betot kubaringkan tubuhnya yang molek itu di atas ranjang. “Eeehh.., pelan-
pelan Fi..”, teriak teh Ine dengan geli. “Teteh mau diapain sih… “, lanjutnya
manja. Tanpa menjawab, aku menindih tubuh montok itu, dan sekejap
kurasakan nikmatnya buah dada besar itu tergencet oleh dadaku.

Juga,
syaraf-syaraf sekitar pinggulku merasakan nikmatnya penisku yang
menempel dengan gundukan vaginanya walaupun masih ditutupi oleh daster
dan celana dalamnya. Kupandangi wajah teh Ine yang bundar dan manis itu.
Kalau diperhatikan, memang sudah terdapat kerut-kerut kecil di daerah mata
dan keningnya. Tapi peduli setan! Teh Ine adalah seorang wanita setengah
baya yang paling menggairahkan yang pernah kulihat. Pancaran aura
sexualnya sungguh kuat menerangi sanubari lelaki yang memandangnya.
“Teteh mau tau apa yang ingin saya lakukan terhadap teteh?”, Kataku sambil
tersenyum. “Saya akan memperkosa teteh sampai teteh ketagihan”. Lalu
dengan ganas, aku memulai menciumi bibir dan leher teh Ine. Teh Inepun
dengan tak kalah ganasnya membalas ciuman-ciumanku. Keganasan kami
berdua membuat suasana kamarku menjadi riuh oleh suara-suara kecupan
dan rintihan-rintihan erotis. Dengan tak sabar aku menarik ritsluiting daster
teh Ine, kulucuti dasternya, BH-nya, dan yang terakhir.., celana dalamnya.
Wow.., sebuah gundukan daging tanpa bulu sama sekali terlihat sangat
menantang terletak di selangkangan teh Ine. My God.., alangkah indahnya
vagina teh Ine itu.., tak pernah kubayangkan bahwa ia mencukur habis bulu
kemaluannya. “Kamu juga buka semua dong Fi”, rengeknya sambil menarik
baju kaosku ke atas. Dalam sekejap, kami berdua berdua berpelukan dan
berciuman dengan penuh nafsu dalam keadaan bugil! Sambil menindih
tubuhnya yang montok itu, bibirku menyelusuri lekuk tubuh teh Ine mulai
dari bibir, kemudian turun ke leher, kemudian turun lagi ke dada, dan terus
ke arah puting susu kirinya yang berwarna coklat kemerah-merahan itu.
Alangkah kerasnya puting susunya, alangkah lancipnnya.., dan mmhh..,
seketika itu juga kukulum, kuhisap dan kujilat puting kenyal itu.., karena
gemasnya, sesekali kugigit juga puting itu. “Auuhh.., Fi.., gellii.., sss.., ahh”,
rintihnya ketika gigitanku agak kukeraskan. Badan montoknya mulai
mengelinjang-gelinjang ke sana k emari.., dan mukanya menggeleng-geleng
ke kiri dan ke kanan. Sambil menghisap, tangan kananku merayap turun ke
selangkangannya. Dengan mudah kudapati vaginanya yang besar dan sudah
sangat becek sekali. Akupun dengan sigap memain-mainkan jari tenganku di
pintu vaginanya. “Crks.., crks.., crks”, terdengar suara becek vagina teh Ine
yang berwarna lebih putih dari kulit sekitarnya. Ketika jariku mengenai
gundukan kecil daging yang mirip dengan sebutir kacang, ketika itu pula
wanita setengah baya itu menjerit kecil. “Ahh.., geli Fi.., gelli”, Putaran jariku di
atas clitoris teh Ine dan hisapanku pada kedua puting buah dadanya makin
membuat lajang montok berkulit hitam manis itu semakin bergelinjang
dengan liar. “Fi.., masukin sekarang Fi.., sekarang.., please.., teteh udah nggak
tahan..ahh..”.

Kulihat wajah teh Ine sudah meringis seperti orang kesakitan. Ringisan itu
untuk menahan gejolak orgasmenya yang sudah hampir mencapai
puncaknya. Dengan sigap kuarahkan penisku ke vagina montok milik teh
Ine.., kutempelkan kepala penisku yang besar tepat di bawah clitorisnya,
kuputar-putarkan sejenak dan teh Ine meresponnya dengan
mengangkangkan pahanya selebar-lebarnya untuk memberi kemudahan
bagiku untuk melakukan penetrasi.., saat itu pula kusodokkan pantatku
sekuat-kuatnya dan, “Blesss”, masuk semuanya! “Aahh….” Teh Ine menjerit
panjang.., “Besar betul Fi.., auhh…., besar betuull…, duh gusti enaknya..,
aahh..”. Dengan penuh keganasan kupompa penisku keluar masuk vagina
teh Ine. Dan iapun dengan liarnya memutar-mutar pinggulnya di bawah
tindihanku. Astaga.., benar-benar pengalaman yang luar biasa! Bahkan
keliaran teh Ine melebihi ganasnya Mbak Tata.., luar biasa! Kedua tubuh kami
sudah sangat basah oleh keringat yang bercampur liur. Kasurkupun sudah
basah di mana-mana oleh cairan mani maupun lendir yang meleleh dari
vagina teh Ine, namun entah kekuatan apa yang ada pada diri kami…, kami
masih saling memompa, merintih, melenguh, dan mengerang. Bunyi
ranjangkupun sudah tak karuan.., “Kriet.., kriet.., krieeet”, sesuai irama
goyangan pinggul kami berdua. Penisku yang besar itu masih dengan
buasnya menggesek-gesek vagina teh Ine yang terasa sempit namun becek
itu. Setelah lebih dari 15 menit kami saling memompa, tiba-tiba kurasakan
seluruh tubuh teh Ine menegang.
“Fi.., Fi.., Teteh mau keluar..”. “Iya teh, saya juga.., kita keluar sama-sama
teh…”, Goyanganku semakin kupercepat dan pada saat yang bersamaan
kami berdua saling berciuman sambil berpelukan erat.., aku menancapkan
penisku dalam-dalam dan teh Ine mengangkat pinggulnya tinggi-tinggi…,
“Crat.., crat.., crat.., crat”, kami berdua mengerang dengan keras sambil
menikmati tercapainya orgasme pada saat yang bersamaan. Kami sudah tak
peduli bila seisi rumah akan mendengarkan jeritan-jeritan kami, karena aku
yakin teh Inepun tak pernah merasakan kenikmatan yang luar biasa ini
sepanjang hidupnnya. “Ahh.., Fi.., kamu hebaat.., kamu hebaathh.., hh..,
Teteh ngga pernah ngerasain kenikmatan seperti ini”. “Saya juga teh.., terima
kasih untuk kenikmatan ini..”, Kataku seraya mengecup kening teh Ine
dengan mesra. “Mau tau suatu rahasia Fi?”, tanyanya sambil membelai
rambutku, “Teteh sudah lima tahun tidak bersentuhan dengan laki-laki.., tapi
entah kenapa, dalam 5 hari bergaul dengan kamu.., teteh tidak bisa
menahan gejolak birahi teteh.., ngga tau kenapa.., kamu itu punya aura seks
yang luar biasa..”. Teh Ine bangkit dari ranjangku dan mengambil sesuatu
dari kAntonng dasternya. Sebutir pil KB. “Seperti punya
sexualnya juga luar biasa. Mungkin itu pengaruh dari pekerjaannya sebagai
penulis cerita drama. Coba bayangkan, ia pernah memijatku dalam keadaan
bugil, kemudian sambil terus memijat ia bisa memasukkan penisku ke dalam
vaginanya, dan aku disetubuhi sambil terus menikmati pijatan-pijatannya
yang nikmat Ia juga pernah meminta aku untuk menyetubuhinya di saat ia mandi
pancuran di kamar mandi dan kami melakukannya dengan tubuh licin penuh
sabun. Dan yang paling sensasional adalah.., Sore itu aku sudah berada di
rumah. Karena load pekerjaan di kAntonrku tidak begitu tinggi, aku sengaja
pulang cepat. Selesai mandi aku duduk di meja makan sambil menikmati
pisang goreng buatan teh Ine. Perempuan binal itu memang luar biasa. Ia
melayaniku seperti suaminya saja. Segala keperluan dan kesenanganku
benar-benar diperhatikan olehnya. Seperti biasa, aku mengenakan baju kaos
buntung dan celana pendek longgar kesukaanku dan (seperti biasa juga) aku
tidak menggunakan celana dalam. Kebiasaan ini kumulai sejak adanya teh
Ine di rumah ini, karena bisa dipastikan hampir tiap hari aku akan menikmati
tubuh sintal adik ipar ayah si Anton itu. Sore itu sambil menikmati pisang
goreng di meja makan, aku bercakap-cakap dengan ayah Anton.

Orang tua
itu duduk di pojok ruangan dekat pintu masuk untuk menikmati semilirnya
angin sore kota Bandung. Jarak antara aku dengannya sekitar 6 meter.
Sambil bercakap-cakap mataku tak lepas dari teh Ine yang mondar mandir
menyediakan hidangan sore bagi kami. Entah ke mana PRT kami saat itu. Teh
Ine mengenakan celana pendek yang ditutupi oleh kaos bergambar Mickey
Mouse berukuran ekstra besar sehingga sering tampak kaos itu menutupi
celana pendeknya yang memberi kesan teh Ine tidak mengenakan celana.
Aku berani bertaruh perempuan itu tidak menggunakan BH karena bila ia
berjalan melenggang, tampak buah dadanya bergayut ke atas ke bawah, dan
di bagian dadanya tercetak puting buah dadanya yang besar itu. Tanpa sadar
batang penisku mulai membesar. Setelah selesai dengan kesibukannya, teh
Ine duduk di sebelah kiriku dan ikut menikmati pisang goreng buatannya.
Kulihat ia melirik ke arahku sambil memasukkan pisang goreng perlahan-
lahan ke dalam mulutnya. Sambil mengerdipkan matanya, ia memasukkan
dan mengeluarkan pisang goreng itu dan sesekali menjilatnya. Sambil terus
berbasa basi dengan orang tua Anton,
aku menelan ludah dan merasakan bahwa urat-urat penisku mulai mengeras
dan kepala penisku mulai membesar. Tiba-tiba kurasakan jari-jemari kanan
teh Ine menyentuh pahaku. Lalu perlahan-lahan merayap naik sampai di
daerah penisku. Dengan gemas teh Ine meremas penis tegangku dari luar
celanaku sehingga membuat cairan beningku membuat tanda bercak di
celanaku. Setelah beberapa lama meremas-remas, tangan itu bergerak ke
daerah perut dan dengan cepat menyelip ke dalam celana pendekku. Aku
sudah tidak tahu lagi apa isi percakapan orang tua Anton itu. Beberapa kali ia
mengulangi pertanyaannya padaku karena jawabanku yang asal-asalan.
Degup jantungku mulai meningkat. Jemari lentik itu kini sudah mencapai
kedua bolaku. Dengan jari telunjuk dan tengah yang dirapatkan, perempuan
lajang itu mengelus-elus dan menelusuri kedua bolaku.., mula-mula berputar
bergantian kiri dan kanan kemudian naik ke bagian batang.., terus bergerak
menelusuri urat-urat tegang yang membalut batang kerasku itu, “sss…,
teteh..”. Aku berdesis ketika kedua jarinya itu berhenti di urat yang terletak
tepat di bawah kepala penisku.., itu memang daerah kelemahanku.., dan
perempuan sintal ini mengetahuinya.., kedua jemarinya menggesek-
gesekkan dengan cepat urat penisku itu sambil sesekali mencubitnya.
“aahh…”, erangku ketika akhirnya penisku masuk ke dalam genggamannya.
“Kenapa Ra?”, Orang tua yang duduk agak jauh di depanku itu mengira aku
mengucapkan sesuatu. “E.., ee…, ndak apa-apa Pak..”, Jawabku tergagap
sambil kembali meringis ketika teh Ine mulai mengocok penisku dengan
cepat. Gila perempuan ini! Dia melakukannya di depan
kakaknya sendiri walaupun tidak kelihatan karena terhalang meja.
“Saya cuma merasa segar dengan udara Bandung yang dingin ini..”, Jawabku
sekenanya. “Ooo begitu.., saya pikir kamu sakit perut.., habis tampangmu
meringis-meringis begitu..”, Orang tua itu terkekeh sambil memalingkan
mukanya ke jalan raya. Begitu kakaknya berpaling, teh Ine dengan cepat
merebahkan kepalanya ke pangkuanku sehingga dari arah ayah Anton, teh
Ine tak tampak lagi. Dengan cepat tangannya memelorotkan celanaku
sehingga penisku yang masih digenggamnya dengan erat itu terasa dingin
terterpa angin. Sejenak perempuan itu memandang penis besarku itu.., ia
selalu memberikan kesempatan pada matanya untuk menikmati ukuran dan
kekokohannya. Kemudian teh Ine menjulurkan lidahnya dan mulai menjilat
mengelilingi lubang penisku.., kemudian ia memasukkan ujung lidahnya ke
ujung lubang penisku dan mengecap cairan beningku.., lalu lidahnya
diturunkan lagi-lagi ke urat di bawah penisku. Aku mulai menggelinjang-
gelinjang tak karuan, walaupun dengan hati-hati takut ketahuan oleh kakak
teh Ine yang duduk di depanku. Tanganku mulai meraba-raba buah dadanya
yang besar itu dan meremasnya dengan gemas, “sss.., teeehh..”, desisku agak
keras ketika perempuan itu dengan kedua bibirnya menyedot urat di bawah
kepala penisku itu.., sementara tangannya meremas-remas kedua bolaku…,
aawwww nikmatnya…, aku begitu terangsang sehingga seluruh pori-pori
kulitku meremang dan mukaku berwarna merah. Aku sudah dalam tahap
ingin menindih dan sesegera mungkin memasukkan penisku ke dalam vagina
perempuan ini tapi semua itu tak mungkin kulakukan di depan kakaknya
yang masih duduk di depanku menikmati lalu lalang kendaraan di depan
rumahnya. Tiba-tiba bibir teh Ine bergerak dengan cepat ke kepala penisku..,
sambil terus kupermainkan putingnya kulihat ia membuka mulutnya dengan
lebar dan tenggelamlah seluruh penisku ke dalam mulutnya. Aku kembali
mendesis dan meringis sambil tetap duduk di meja makan mendengarkan
ocehan orang tua Anton yang kembali mengajakku berbincang. Mulut teh Ine
dengan cepat menghisap dan bergerak maju mundur di penisku.

Tanganku
menarik dasternya ke atas dari arah punggung sehingga terlihatlah
pantatnya yang mulus tidak ditutupi oleh selembar benangpun.
Aku ingin menjamah vaginanya, ingin rasanya kumasukkan jari-jariku dengan
kasar ke dalamnya dan kukocok-kocok dengan keras tapi aku sudah tak kuat
lagi. Jilatan lidah, kecupan, dan sedotan teh Ine di penisku membuat seluruh
syarafku menegang. Tiba-tiba kujambak rambut teh Ine dan kutekan sekuat
kuatnya sehingga seluruh penisku tenggelam ke dalam mulutnya. Kurasakan
ujung penisku menyentuh langit-langit tenggorokan teh Ine dan, “Creeet…,
creeett…, creeettt”, menyemburlah cairan maniku ke mulut teh Ine. “Ahh…,
aahh.., aahh.., tetteeehh…”, Aku meringis dan mendesis keras ketika cairan
maniku bersemburan ke dalam mulut teh Ine. Perempuan itu dengan lahap
menjilati dan menelan seluruh cairanku sehingga penisku yang hampir layu
kembali sedikit menegang karena terus-terusan dijilat. Aku memejamkan
mataku.., gilaa.., permainan ini benar-benar menakjubkan. Ada rasa was-was
karena takut ketahuan, tapi rasa was-was itu justru meningkatkan nafsuku.
Teh Ine memandang penisku yang sudah agak mengecil namun tetap saja
dalam posisi tegak. “Luar biasa…”, Bisiknya, “Siap-siap nanti malam yah?”
Katanya sambil bangkit dan beranjak ke dapur. Aku cukup kagum dengan
prestasi yang kucapai di rumah ini. Baru 2 bulan di Bandung, aku sudah bisa
meniduri 2 orang wanita yang sudah lama tidak pernah menikmati sentuhan
lelaki. Dan wanita-wanita itu, aku yakin akan selalu termimpi-mimpi akan
besar dan nikmatnya gesekan penisku di dalam vagina mereka.
-TAMAT-
***
Baca Juga :
- Cerita Dewasa Bergambar : Pengalaman Bersama Sri Gadis Desa
- Cerita Ngentot Bersambung : Kisah Keluarga Agak Laen – Part 1
- Cerita Panas : Menikmati Tubuh Montok Buk Melisa
- Cerita Sex 2024 : Janda Muda Beranak Satu
- Cerita Ngewe : Mesum Mesra di Tengah Hutan
- Cerita Dewasa Bibi : Berhubungan Sex dengan Calon Kakak Ipar
- Cerita Sex Bibi : Dokter Cintaku yang Merangsang
- Cerita Ngentot : Bermula dari Wawancara Kerja
- Cerita Sex Bersambung : Aku Pemuas Arisan Tante Girang Kesepian
- Cerita Sex Dewasa : Sex Dengan Mama Temanku Hot