Cerita Sex Bersambung – Mbah Sukro adalah dukun sakti yang tinggal di desa pedalaman di lereng gunung di pulau Jawa. Usianya diatas 60 tahun. Badannya kurus, namun masih sehat. Ia adalah dukun sakti yang menguasai dunia perdukunan sehingga tidak ada yang berani melawannya.
Ia termasuk dukun yang kaya raya karena ia tak segan-segan mematok harga tinggi bagi para kliennya. Uang bukanlah pantangan baginya. Yang menjadi pantangan saat ia belajar ilmu saktinya adalah ia sama sekali tidak boleh berhubungan intim dengan wanita. Apabila melanggarnya, maka kesaktiannya akan hilang seharian sampai matahari terbenam hari berikutnya.
Oleh karena banyak dukun-dukun saingannya yang iri akan kesaktiannya, tentu adalah hal yang riskan apabila kesaktiannya hilang walau hanya sehari. Apabila saat itu ada dukun iseng yang menyantetnya, ia sama sekali tidak ada pertahanan diri. Untuk menghindari hal itu, telah bertahun-tahun ia tidak pernah berhubungan intim dengan wanita termasuk kedua istrinya. Dengan demikian ia akan selalu menjadi orang sakti yang tak terkalahkan.
Salah satu klien utama Mbak Sukro adalah Pak Wijaya, seorang pengusaha yang belakangan ini namanya semakin membumbung tinggi. Sejak ditangani oleh Mbah Sukro, hampir seluruh bisnisnya selalu lancar.
Namun pada suatu ketika, dua kali berturut-turut ia kalah tender. Oleh karena itu ia pergi ke desa Mbah Sukro untuk berkonsultasi dengannya. Berdasarkan ‘penglihatan’ Mbah Sukro, ternyata ia dijegal oleh salah satu pesaingnya yang menggunakan jasa dukun sakti dari luar pulau.
Dan pengaruh negatif dari dukun tersebut rupanya telah memasuki dalam rumah Pak Wijaya, sehingga hal itu mempengaruhi performance dirinya maupun orang lain yang tinggal secara tetap di dalam rumah tersebut.
Untuk mengatasinya, menurut Mbah Sukro, harus dipasang jimat menurut delapan arah mata angin di dalam area rumah Pak Wijaya. Jimat itu harus dipasang sehari satu setiap jam 4 pagi dengan disembahyangi sepanjang hari sampai matahari terbenam.
Untuk keperluan itu, maka Pak Wijaya mengajak Mbah Sukro untuk datang dan menginap di rumahnya selama 8 hari untuk memasang ke-delapan jimat itu. Oleh karena tugas ini cukup berat dan sangat menguras tenaga, Pak Wijaya berjanji akan memberi imbalan yang sangat besar dan ia memberi uang muka sebesar 50% di depan.
Selain memasang jimat, Pak Wijaya juga meminta Mbah Sukro untuk membimbing putrinya, A-mei yang masih SMU dan baru berusia 17 tahun. Karena belakangan ini ia merasakan putrinya telah berani melawannya apalagi tanpa sepengetahuannya telah berpacaran dengan teman sekelasnya. Bisa jadi hal ini disebabkan pengaruh negatif di dalam rumah itu, pikirnya.
Sehingga kini Mbah Sukro tinggal di rumah Pak Wijaya selama delapan malam. Pagi, siang, dan sore hari digunakan untuk memasang dan menyembahyangi jimat. Sementara malamnya ia meluangkan waktu beberapa jam untuk mengajar olah pernapasan bagi A-mei untuk menghilangkan pengaruh negatif dari dalam dirinya.

Dan hal itu dilakukan berdua di dalam kamar A-mei. Pak Wijaya membolehkan hal itu karena ia tahu pasti akan pantangan Mbah Sukro menyentuh wanita. Sehingga keamanan diri putrinya akan tetap terjamin.
Sementara itu, proses pemasangan jimat itu berlangsung lancar sampai hari terakhir.
Sehingga kini lengkaplah sudah seluruh persyaratan jimat sebagai pelindung rumahnya beserta seisinya yang bakal mampu bertahan selama bertahun-tahun.
Petang itu sehabis matahari terbenam…
Mbah Sukro mengatakan kepada Pak Wijaya kalau seluruh jimatnya telah terpasang dengan rapi.Sehingga ia minta supaya sisa pembayarannya dapat segera dilunasi. Namun rupanya terdapat kesalahpahaman diantara keduanya. Karena Pak Wijaya berpendapat sisa pembayarannya akan dilunasi dalam waktu dua bulan yaitu setelah pengumuman keputusan pemenang tender proyek berikutnya. Hal itu untuk membuktikan bahwa jimat yang dipasang memang telah benar-benar bekerja.
Sementara Mbah Sukro menganggap bahwa sisa pembayaran harus dilunasi begitu pemasangan jimat telah selesai. Mendengar pendapat Pak Wijaya, ia merasa ditipu oleh kliennya itu. Padahal ia telah mencurahkan seluruh energinya untuk membuat jimat itu benar-benar bekerja.
Oleh karena ia adalah orang desa yang tidak biasanya beradu mulut dan mungkin ditambah karena Pak Wijaya adalah salah satu klien besar, maka akhirnya dengan terpaksa ia mengalah. Namun di dalam hati ia merasa sakit hati. Dan diam-diam ia berniat membalas dendam kepada kliennya itu. Ia tidak mungkin membatalkan jimat yang telah dipasang oleh dirinya sendiri itu. Oleh karena itu ia akan mengambil sisa bayarannya itu dengan caranya sendiri sekaligus membalas dendam, dengan menggunakan A-mei, puterinya. Tentu bukanlah hal sulit baginya untuk membuat A-mei takluk kepadanya.
Karena Mbah Sukro akhirnya setuju dengan pendiriannya, maka Pak Wijaya sama sekali tak menaruh curiga kepadanya. Sehingga Mbah Sukro bisa melakukan menurut apa maunya dengan bebasnya.
Sementara bagi A-mei sendiri, yang di hari pertama mula-mula merasa aneh disuruh Papanya belajar pernapasan, namun setelah melakukannya ia merasakan manfaat dari pernapasan yang diajarkan oleh Mbah Sukro. Oleh karena itu ia mau meneruskan setiap hari sampai hari itu, hari kedelapan.
Malam itu ketika proses pengajaran normal telah berakhir, mereka berbincang-bincang,
“Ternyata pernapasan begini ada manfaatnya juga ya Mbah. A-mei sekarang jadi lebih tenang dibanding sebelumnya.”
“Memang betul, Nik. Tapi sebenarnya ada cara lain yang bisa membuat pikiran jadi lebih nyaman lagi.”
“Gimana caranya Mbah?”
“Prinsipnya kamu harus menghilangkan prasangka buruk di dalam pikiranmu sampai kamu tidak merasakan adanya ancaman bahaya dari luar. Dengan begitu maka pikiran otomatis akan menjadi tenang.”
“Wah susah sekali itu Mbah, gimana caranya menghilangkan prasangka buruk di dalam pikiran karena datangnya tiba-tiba?”
“Ya harus latihan Nik. Namun latihannya tidak mudah dan tidak cocok untuk gadis muda seusia kamu. Karena itu, lupakan sajalah.”
“Lho kok begitu, Mbah? Khan Mbah sendiri yang bilang kalau pikiran yang tenang dan nyaman itu bagus buat semua orang nggak peduli usia.”
“Karena untuk latihan ini, kamu harus menghilangkan semua prasangka buruk. Dan hal itu tidak mungkin karena saat ini pun tanpa disadari kamu telah punya prasangka buruk terhadap Mbah.”
“Ah, aku sama sekali nggak punya pikiran buruk kok terhadap Mbah.”
“Ah, masa? Kalau begitu, coba sekarang berani nggak kamu buka seluruh baju kamu di depan Mbah.”
“Ah, Mbah yang benar aja!” protes A-mei sambil matanya melirik ke arah pintu keluar.
“Nah, itulah. Sekarang kamu punya pikiran takut khan terhadap Mbah? Sebenarnya kenapa sekarang kamu memakai pakaian? Karena kamu malu dilihat telanjang bulat oleh Mbah. Padahal kalau pikiranmu tulus, kamu tidak akan mempunyai pikiran seperti itu.”
“Tapi kenapa harus sampai buka baju segala, Mbah?”
“Karena itu adalah cara latihan yang paling praktis dan efisien untuk menghilangkan perasaan malu dan waswas yang timbul. Tapi sudahlah, lupakan saja. Makanya tadi Mbah bilang kalau latihan ini tidak cocok untuk anak gadis apalagi yang masih muda seperti kamu.”
“Ooh, jadi begitu toh. Terus kalau A-mei mau coba sedikit dan sebentar aja, gimana Mbah?” tanya A-mei penasaran.
“Ini bukan untuk coba-coba. Kalau kamu pengin latihan, kamu harus betul-betul manut (nurut) dengan Mbah tanpa prasangka apa-apa. Kalau tidak, mending tidak usah.”
Setelah beberapa saat terdiam, akhirnya…
“OK deh, aku mau jalanin Mbah. Asalkan Mbah betul-betul tidak punya maksud jahat.”
“Tidak bisa seperti itu. Kamu harus 100% percaya sama Mbah dulu baru bisa latihan.”
“Hmmm. OK, OK, aku percaya sama Mbah. Dengan cara Mbah ngomong seperti ini, aku percaya Mbah nggak punya tujuan jahat. Apalagi khan, hihihi, Mbah juga sudah tua,” katanya sambil tersenyum geli sendiri.
(Dalam hati Mbah Sukro memaki, sialan bocah ini. Rupanya ia meragukan kemampuanku. Rasain kau nanti, batinnya).
“Jadi kamu benar-benar mau latihan dan ini adalah kemauanmu sendiri ya?”
“Iya, Mbah. Aku mau coba latihan ini. Beneran!”
“Baiklah, sekarang coba kamu berlatih napas seperti biasa tanpa perlu memejamkam mata,” kata Mbah Sukro sambil berjalan mengelilingi A-mei.
A-mei saat itu mengenakan baju kaus biru tua dengan krah dan celana pendek yang ukurannya sedikit diatas paha. Ia adalah seorang gadis yang cantik. Rambutnya panjangnya sebahu. Ditambah lagi kulitnya yang putih. Usianya masih belia, baru 17 tahun, namun tubuhnya telah tumbuh menjadi tubuh seorang gadis dewasa. Baju biru yang dikenakannya itu nampak menonjol di bagian dadanya. Pertanda payudaranya telah tumbuh. Seandainya bukan Mbah Sukro yang punya pantangan, cowok mana pun pasti akan tergiur kecantikan dan ke-sexy-annya.

“Omong2, kamu sudah punya pacar, Nik?”
“Sudah Mbah.”
“Kamu sudah pernah ngapain saja dengan dia?”
“Maksud Mbah?”
“Maksudnya, sejauh mana hubungan kamu dengan dia? Apakah kamu pernah tidur dengan dia?”
“Idih, Mbah. Ya nggak dong. Kok Mbah jadi nanya yang nggak-nggak sih?”
“Mbah sengaja nanya hal-hal seperti ini, untuk pemanasan latihan kamu. Untuk itu sejak sekarang kamu nggak boleh punya pikiran jelek, mengerti?
“OK, Mbah. Aku mengerti.”
“Jadi, kamu pernah ngapain aja dengan dia?”
“Cuman ciuman dan peluk-pelukan aja Mbah. Sambil saling pegang-pegang juga,” kata A-mei dan mukanya bersemu kemerahan.
“Kalo pipimu kemerahan gitu, kamu jadi makin cantik saja, Nik. Cuman gitu aja? Jadi kamu masih perawan?”
“Iya Mbah.”
“Bagus, bagus. Lalu apakah dia pernah ngeliat kamu nggak pake baju?”
“Iiih, Mbah. Ya nggak dong”, katanya sementara mukanya makin merah.
“Ingat, kamu harus membuang pikiran kotor kamu.
“Baik, Mbah.”
“Bagus. Sekarang apakah kamu siap untuk memasuki tahap latihan yang lebih tinggi?”
“Siap Mbah.”
“Bagus. Kalo begitu sekarang ayo coba kamu buka baju kaus kamu.”
Tanpa protes A-mei segera melepas dua kancing baju kausnya sendiri. Lalu dicopotnya baju yang dikenakannya dan dibuang ke lantai.
Nampak kulit tubuh putih A-mei dengan gundukan kecil di dada yang tertutup oleh bra hijau muda.
“Wah, Nik, tubuhmu betul-betul putih mulus,” kata Mbah Sukro sambil matanya tak lepas memandangi A-mei. Baru pertama kali ini ia melihat tubuh gadis yang seputih ini. Apalagi sudah lama sekali sejak terakhir kali ia melihat tubuh perempuan yang telanjang.
Bersambung : Mbah Dukun menikmati Gadis Muda Part – 2
***
Baca Juga :
- Cerita Dewasa Bergambar : Pengalaman Bersama Sri Gadis Desa
- Cerita Ngentot Bersambung : Kisah Keluarga Agak Laen – Part 1
- Cerita Panas : Menikmati Tubuh Montok Buk Melisa
- Cerita Sex 2024 : Janda Muda Beranak Satu
- Cerita Ngewe : Mesum Mesra di Tengah Hutan
- Cerita Dewasa Bibi : Berhubungan Sex dengan Calon Kakak Ipar
- Cerita Sex Bibi : Dokter Cintaku yang Merangsang
- Cerita Ngentot : Bermula dari Wawancara Kerja
- Cerita Sex Bersambung : Aku Pemuas Arisan Tante Girang Kesepian